Kamis, 16 Juni 2011

Empat Hal yang Harus Dipertanggungjawabkan Manusia di Akhirat

Setiap gerak-gerik kehidupan di dunia ini harus senantiasa ada
pertanggungjawaban. Orang yang diberi amanah (mandat) harus
mempertanggungjawabkan amanahnya kepada orang yang memberikan amanah
kepadanya. Seorang karyawan harus mempertanggungjawabkan pekerjaan
kepada atasannya. Buruh akan mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada
majikannya. Lurah mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Camat,
dan Camat mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Bupati, dan
seterusnya sampai kepada Presiden yang harus mempertanggungjawabkan
kinerjanya kepada rakyat melalui MPR. Fenomena ini sudah lazim bagi
kita di dunia ini. Bahkan, akan tetap lazim dan up to date bagi kita
sampai memasuki alam yang baru nanti, yaitu alam akhirat. Semua
manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatan dan amalnya kepada
Allah SWT besok di hari akhirat karena manusia adalah makhluk
ciptaan-Nya serta menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini.


Dalam hal ini setidaknya ada empat hal yang harus kita
pertanggungjawabkan kepada Allah SWT kelak di hari kiamat. Nabi saw
bersabda dalam sebuah hadisnya:
" Dari Abu Barazah A-Islami berkata, Rasulullah saw bersabda, "Kedua
kakinya seorang hamba besok di hari kiamat tidak akan terpeleset
sehingga dia ditanyai tentang empat hal:
(1) Tentang umur, untuk apa umur itu dihabiskan.
(2) Tentang ilmu, untuk apa ilmu itu difungsikan.
(3) Tentang harta benda, dari mana harta benda itu diperoleh.
(4) Tentang kondisi tubuh, untuk apa kenikmatan itu digunakan." (HR
Tirmidzi dan berkata: hadis tersebut Hasan-Sahih)

Keempat hal tersebut mari kita rinci dan uraikan satu per satu.

Pertama: Mengenai Umur
Allah SWT memberikan umur kepada manusia sesuai dengan kehendak-Nya,
ada yang panjang, ada yang pendek, dan ada yang sedang-sedang saja.
Yang jelas umur yang diberikan kepada manusia itu ada batasnya, dan
pada waktunya, manusia akan diwafatkan oleh Allah SWT. Allah berfirman
dalam Alquran, " Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila
telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat
pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (Al-A'raaf: 34)

Perjalanan Akhirat (5) : Hari Perhitungan Amal (Yaumul Hisab)
8 Maret 2011 pukul 09:26 · Disimpan dalam . LIHAT SELURUH ARTIKEL, 1.
Mengenal Kehidupan Akhirat, 2. Mengingat Akhirat dan Kematian

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : Allah Azza wajalla akan
menghisab para makhluk. Hisab adalah ditampakkannya amalan-amalan
hamba kepada-Nya pada hari kiamat. Dan sungguh al Quran dan as Sunnah,
ijma', dan akal telah menunjukkan hal ini.

Adapun dalam al Quran, Allah Subhanahu wata'ala berfirman, "Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan
diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah," (al Insyiqaaq: 7-8)

"Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: "Celakalah aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)." (al Insyiqaaq: 10-12)


Adapun dalam as Sunnah maka telah tsabit dari nabi Shallallahu'alaihi
wasallam bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala akan menghisab para
makhluk. Adapun ijma' maka sesungguhnya telah sepakat di antara semua
umat, bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala akan menghisab para makhluk.
Adapun dalam akal maka sangat jelas karena sesungguhnya kita telah
diberi beban syari'at, apakah berupa amalan yang harus dikerjakan
ataupun yang harus ditinggalkan atau yang harus dipercayai. Maka akal
dan hikmah itu menetapkan bahwa seseorang yang diberi beban syari'at,
maka sesungguhnya dia akan dihisab dan dimintai pertanggung jawaban.

Perkataan penulis: kholaiq, adalah jamak dari makluk, mencakup setiap
makhluk. Akan tetapi dikecualikan dari makhluk tersebut orang yang
masuk surga tanpa hisab tanpa adzab, sebagaimana hal ini tsabit dalam
as shahihain: Bahwasanya nabi Shallallahu'alaihi wasallam melihat
umatnya dan bersama mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa
hisab tanpa adzab. Mereka adalah orang yang tidak pernah minta
diruqyah, tidak pernah berobat dengan kai (besi yang dipanaskan hingga
membara), tidak pernah bertathayyur (beranggapan sial dengan sesuatu
yang dilihat atau didengar) dan hanya kepada Rabbnya mereka
bertawakkal [Diriwayatkan Bukhari (6541) dan Muslim (220) dari Ibnu
Abbas Radhiallahu'anhu.]

Hadits selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Husain bin Abdurrahman
berkata, "Suatu ketika aku berada di sisi Said bin Zubair, lalu ia
bertanya, "Siapa diantara kalian melihat bintang yang jatuh semalam?"
Kemudian aku menjawab, "aku" Kemudian kataku, "Ketahuilah,
sesungguhnya aku ketika itu tidak sedang melaksanakan sholat, karena
aku disengat kalajengking." Lalu ia bertanya kepadaku, "lalu apa yang
kau lakukan?" Aku menjawab, "Aku minta diruqyah" Ia bertanya lagi,
"Apa yang mendorong kamu melakukan hal itu?" Aku menjawab, "yaitu
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Asy Sya'by kepada kami" Ia
bertanya lagi, "Dan apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu?" Aku
menjawab, "Dia menuturkan hadits kepada kami dari Buraidah bin
Hushaib,

"Tidak boleh Ruqyah kecuali karena ain atau terkena sengatan".

Said pun berkata, "sungguh telah berbuat baik orang yang telah
mengamalkan apa yang telah didengarnya, tetapi Ibnu Abbas menuturkan
hadits kepada kami dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, beliau
bersabda :

"Telah diperlihatkan kepadaku beberapa umat, lalu aku melihat seorang
Nabi, bersamanya sekelompok orang, dan seorang Nabi, bersamanya satu
dan dua orang saja, dan Nabi yang lain lagi tanpa ada seorangpun yang
menyertainya, tiba tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok orang yang
banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu umatku, tetapi
dikatakan kepadaku bahwa mereka itu adalah Musa dan kaumnya. Tiba tiba
aku melihat lagi sekelompok orang yang lain yang jumlahnya sangat
besar, maka dikatakan kepadaku mereka itu adalah umatmu, dan bersama
mereka ada 70.000 (tujuh puluh ribu) orang yang masuk sorga tanpa
hisab dan tanpa adzab.

Kemudian beliau Shallallahu'alaihi wasallam bangkit dan masuk ke dalam
rumahnya, maka orang orang pun memperbincangkan tentang siapakah
mereka itu?, ada diantara mereka yang berkata: barangkali mereka itu
orang orang yang telah menyertai Nabi dalam hidupnya, dan ada lagi
yang berkata: barang kali mereka itu orang orang yang dilahirkan dalam
lingkungan Islam hingga tidak pernah menyekutukan Allah dengan
sesuatupun, dan yang lainnya menyebutkan yang lain pula.

Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam keluar dan merekapun
memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda,

"Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta
dikay (suatu pengobatan dengan menempelkan besi panas ke tempat yang
sakit), tidak melakukan tathayyur, dan mereka bertawakkal kepada
Rabbnya"

Kemudian Ukasyah bin Muhshon berdiri dan berkata: Mohonkanlah kepada
Allah agar aku termasuk golongan mereka, kemudian Rasul bersabda :
"ya, engkau termasuk golongan mereka", kemudian seseorang yang lain
berdiri juga dan berkata: mohonkanlah kepada Allah agar aku juga
termasuk golongan mereka, Rasul menjawab : "Kamu sudah kedahuluan
Ukasyah" (HR. Bukhori & Muslim)

Dan Imam Ahmad Rahimahullah meriwayatkan dengan sanad yang bagus
bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
"Bahwasanya bersama setiap orang tersebut ada 70.000 orang yang
lainnya" [Diriwayatkan Imam Ahmad (1/5, 196) dari Abu Bakrah dan
anaknya Abdurahman.]

Maka 70.000 dikali 70.000 ditambah 70.000. Mereka itu jumlahnya 70.000
dikali 70.000 ditambah 70.000. Mereka semua yang masuk surga tanpa
hisab tanpa adzab.

Sifat Hisab Pada Orang Mukmin

Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):

Dan Allah Azza wajalla akan bersendiri dengan hamba-Nya yang mukmin
dan menanyakan kepadanya dosa-dosanya

Maka ini adalah sifat dari hisab. Allah Azza wajalla bersendirian
dengan hamba-Nya yang mukmin tanpa ada seorangpun yang tahu. Allah
Azza wajalla mengungkap dosa-dosa hamba dengan berkata, "Apakah engkau
melakukan demikian? dan melakukan demikian?" Sampai hamba menyatakan
dan mengakuinya. Kemudian Allah Azza wajalla berkata, "Sungguh Aku
telah menutupi atasmu di dunia dan hari ini Aku mengampuninya
untukmu." [Shahih muslim (2968)].

Hadits selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Dari Shafwan bin Muhriz
Radhiallahu'anhu, ia berkata: "Ketika Ibnu Umar sedang thawaf,
tiba-tiba datanglah seorang lelaki, lalu berkata, "Wahai Abu
Abdurrahman, atau ia berkata, "Wahai Ibnu Umar, apakah engkau
mendengar sabda Nabi Shallallahu'alaihi wasallam tentang percakapan?"
Maka Ibnu Umar menjawab, "Aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Orang mu'min dekat dari Rabbnya -Dan Hisyam
berkata: orang mu'min dekat yakni dari Rabbnya-, sehingga Dia
meletakkan lambung-Nya atasnya, lalu ia mengakui dosa-dosanya. (Allah
berfirman) "Mengakui". Ia berkata, "Rabbi, aku mengakuinya", dua kali.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman, "Aku menutupi dosa-dosa itu di
dunia, dan hari ini Aku mengampuninya." Kemudian dilipat lembaran
(catatan) kebaikan-kebaikannya. Adapun orang-orang lain (orang-orang
kafir), mereka itu dipanggil di atas para saksi yaitu:

"Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka".
Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim."
(Hud: 18). (Riwayat Bukhari).

Bersama dengan itu Allah Azza wajalla (ketika menghisab -pent)
meletakkan hijab atas hamba tersebut yaitu ketika tidak ada seorangpun
yang melihatnya, tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Dan ini
adalah karunia dari Allah Azza wajalla kepada seorang mukmin. Maka
sesungguhnya jika ada seorang yang menanyakan perbuatan jahatmu di
hadapan manusia dan jika mereka mendengar perbuatan jahatmu maka
niscaya ini merupakan pembongkaran aib-aib. Akan tetapi jika hanya
engkau sendiri, maka ini adalah menutup aib bagi dirimu.

Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):

Sebagaimana yang demikian itu disifatkan dalam al Quran dan as Sunnah

Yakni seperti hisab yang disifatkan dalam al Quran dan as Sunnah.
Karena hal ini adalah termasuk perkara ghaib yang tergantung kepada
khabar yang murni, maka wajib kembali kepada apa yang disifatkan oleh
al Quran dan as Sunnah.

Sifat Hisab Pada Orang Kafir

Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):

Adapun orang kafir, maka mereka tidak akan dihisab yang ditimbang
kebaikan dan kejelekannya, karena mereka itu tidak memiliki kebaikan.
Akan tetapi perbuatan mereka itu akan dihitung, kemudian dikhabarkan
tentang amalan mereka, mereka akan mengakuinya dan mereka akan dibalas
atasnya

Yang demikian itu semakna dengan hadits Ibnu Umar Radhiallahu'anhu
dari nabi Shalallahu'alaihi wasallam ketika beliau menyebutkan hisab
Allah atas hamba-Nya yang mukmin, sesungguhnya Allah Azza wajalla akan
bersendiri dengannya, dan mengungkapkan dosa-dosanya kepada hamba
tersebut. Kemudian beliau berkata,

"Adapun orang-orang kafir dan munafik, maka mereka akan diseru di
segenap makhluk: mereka itu adalah orang yang mendustakan Rabb mereka.
ketahuilah laknat Allah itu atas orang-rang yang zhalim. (Muttafaqun
'alaih)

Dan dalam shahih Muslim dari dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu, dalam
hadits yang panjang dari nabi Shallallahu'alaihi wasallam berkata,

"Maka Allah Ta'ala menemui hamba. Lalu Allah Ta'ala berfirman: "Wahai
Fulan, tidakkah aku memuliakanmu? tidakkah Aku menjadikanmu sebagai
tuan? tidakkah Aku menjodohkanmu? tidakkah Aku menundukkan bagimu kuda
dan unta? Aku biarkan kamu sebagai pemimpin dan mendapat seperempat
(rampasan)". Maka ia menjawab, "Ya". Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Maka Allah Ta'ala berfirman, "Apakah kamu menduga
bahwa kamu akan bertemu Aku?" Dia menjawab, "Tidak". Lalu Allah Ta'ala
berfirman, "Sesungguhnya Aku melupakanmu, sebagaimana kamu
melupakan-Ku".

Kemudian Allah Ta'ala menemui orang yang kedua, lalu Dia berfirman:
"Wahai Fulan, tidakkah aku memuliakanmu? tidakkah Aku menjadikanmu
sebagai tuan? tidakkah Aku menjodohkanmu? tidakkah Aku menundukkan
bagimu kuda dan unta? Aku biarkan kamu sebagai pemimpin dan mendapat
seperempat (rampasan)". Maka ia menjawab, "Ya, wahai Rabbku". Lalu
Allah Ta'ala berfirman, "Apakah kamu menduga bahwa kamu akan bertemu
Aku?" Dia menjawab, "Tidak". Lalu Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya Aku melupakanmu, sebagaimana kamu melupakan-Ku".

Kemudian Allah Ta'ala bertemu dengan orang yang ketiga, maka Allah
Ta'ala berfirman kepadanya seperti itu juga. Lalu dia menjawab, "Wahai
Rabbku, aku beriman kepada-Mu, kepada Kitab-Mu dan kepada
Rasul-rasul-Mu, aku shalat, berpuasa dan bersedekah", dan la memuji
dengan kebaikan yang di bawah kemampuannya. Maka Allah Ta'ala
berfirman, "Jika demikian, disini". Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Kemudian dikatakan kepadanya, "Sekarang Kami
bangkitkan saksi-saksi Kami atasmu". Dia berpikir dalam hatinya,
"Siapakah orang yang menjadi saksi atasku?" Lalu mulutnya dikunci, dan
dikatakan pada pahanya, daging dan tulangnya: "Berkatalah !", maka
paha, daging dan tulangnya mengatakan amalnya. Yang demikian itu agar
dapat membuat alasan bagi dirinya, itulah orang munafik dan itulah
orang yang dimurkai Allah Ta'ala". (Riwayat Muslim).

Peringatan

Dalam perkataan penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):

Adapun orang kafir, maka mereka tidak akan dihisab yang ditimbang
kebaikan dan kejelekannya, karena mereka itu tidak memiliki kebaikan.
Akan tetapi perbuatan mereka itu akan dihitung , kemudian dikhabarkan
tentang aalmn mereka, mereka akan mengakuinya dan mereka akan dibalas
atasnya

Di sini ada isyarat bahwa hisab yang dinafikan dari mereka (orang
kafir) adalah hisab berupa penimbangan amalan-amalan baik dan buruk.
Adapun hisab berupa pengakuan dan gertakan maka ini pasti terjadi pada
mereka sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah
Radhiallahu'anhu di atas.

Faidah

Amalan yang pertama kali dihisab kepada seorang hamba adalah sholat,
perkara hubungan sesama manusia yang pertama kali dihisab adalah darah
(pembunuhan). Karena sholat adalah ibadan badan yang paling utama, dan
karena darah adalah sebesar-besarnya pelanggaran hak-hak anak Adam.

Apakah Bangsa Jin dan Binatang Akan Dihisab Juga?

Perkataan penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah): kholaiq, itu
mencakup bangsa jin juga, karena mereka (bangsa jin) juga dibebani
syari'at. Oleh karena itu orang kafir dari bangsa jin juga masuk
neraka dengan dasar nash dan ijma'. Seperti firman Allah Subhanahu
wata'ala,

"Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama
umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu." (al
A'raaf: 38)

Maka kaum mukminin dari bangsa jin juga akan masuk surga berdasar
perkataan jumhur ulama dan ini adalah pendapat yang shahih,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala,

"Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?,

kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?ِ

Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra.
Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ِ

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula
oleh jin.

(Ar Rahmaan: 46-56)

Apakah hisab ini juga berlaku kepada binatang?

Adapun qishash maka binatang termasuk di dalamya (pada binatang juga
ada qishash -pent). Karena yang demikian itu tsabit dari hadits
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam,

"Bahwasanya akan diqishash hingga kambing Jalha (yakni yang tidak
bertanduk) mengqishosh kambing Qorna (yakni yang memiliki tanduk)."
(Riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu)

Dan ini dalam masalah qishash, akan tetapi binatang tidak akan dihisab
seperti hisabnya manusia mukallaf beserta konsekuensinya, karena
binatang tidak akan mendapatkan pahala dan adzab.

Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Al Wasithiyah bab al iman bil yaumil
akhir, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Edisi Indonesia
Ada Apa Setelah Kematian? Menelusuri Kejadian-Kejadian Setelah Hari
Kiamat, Penerjemah Abu Hafsh 'Umar Sarlam Al Atsary, Penerbit Pustaka
Al Manshurah Poso, hal. 108-119]
Berkaitan dengan umur ini umat Muhammad adalah umat yang paling pendek
umurnya dibandingkan dengan umat-umat yang terdahulu. Nabi saw sendiri
umurnya hanya 63 tahun, sebuah umur yang relatif pendek bila
dibandingkan dengan para Nabi sebelumnya. Secara umum umat Muhammad
berumur dalam kisaran 60 sampai 70 tahun, sebagaimana yang pernah
beliau tegaskan dalam hadisnya, "Rata-rata umur umatku antara 60
sampai 70 tahun."

Dengan umur sependek itu, pertanyaan yang perlu dikedepankan adalah
untuk apa umur yang begitu singkat itu kita habiskan? Realitas sosial
menunjukkan bahwa kebanyakan manusia selalu menunda-nunda melakukan
amal saleh padahal tidak jarang manusia yang masih muda, bahkan masih
kecil, secara mendadak di wafatkan oleh Allah SWT, Bagaimana menghadap
kepada Allah SWT sedangkan mereka ini dalam keadaan tidak siap mati
karena semasa hidupnya belum membekali dirinya dengan bekal-bekal
kehidupan akhirat. Mereka menunda-nunda di sisa umurnya, tapi di
tengah perjalanan ke sana mereka terlebih dahulu sudah diwafatkan oleh
Allah SWT. Kalau memang begini jadinaya, siapa yang rugi?

Oleh karena itu, kita memang harus selalu stand by dan siap dalam
menghadapi yang namanya maut itu. Kapan pun, di mana pun, dan saat apa
pun kita harus siap merespon panggilan yang terakhir dari Allah di
dunia ini. Dengan demikian, bekal taqwa dan ibadah yang selalu
menyertai kita di mana pun kita berada adalah yang terbaik bagi kita.

Kedua: Mengenai Ilmu
Ciri yang membedakan antara manusia dan binatang adalah adanya akal.
Dengan akal manusia mampu mengakses kebaikan-kebaikan,
informasi-informasi, dan lain-lain. Dengan akal pula manusia mampu
menghasilkan ilmu. Berbekal ilmulah manusia mencari kebahagiaan serta
keselamatan di dunia dan di akhirat. Semakin banyak ilmunya, semakin
dekat pula dia kepada Sang Pencipta (apabila digunakan sebagaimana
mestinya). Rasulullah saw telah bersabda, "Apabila datang kepadaku
suatu hari, di mana pada hari itu aku tidak bisa menambah ilmu, maka
tidak ada keberkahan bagiku pada hari itu."

Dengan ilmu yang dimiliki, manusia diharapkan akan menjadi orang yang
baik dalam semua lini kehidupannya, terutama ilmu agama. Namun, jika
ada orang yang pengetahuan agamanya lebih dari cukup, lalu tindakan
kesehariannya tidak sesuai dengan ilmunya, bahkan bertentangan,

Ketiga: Mengenai Harta Benda
Dalam hal harta benda, ada dua pertanyaan yang akan ditanyakan Allah
kepada kita. Pertama, dari mana harta itu dihasilkan? Kedua, untuk apa
harta itu dibelanjakan?
Harta yang ada pada kita itu semata-mata titipan Allah SWT, karena itu
kita harus pandai-pandai memperoleh dan membelanjakannya. Harta yang
kita dapatkan harus melalui jalan dan cara yang halal. Apabila tidak
seperti itu, maka pada hakikatnya hanya menyengsarakan kita. Rasul saw
bersabda, "Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka
neraka lebih berhak untuk memakan (menyiksa) daging itu."
Setelah harta tersebut kita peroleh dari jalan yang halal, maka kita
pun wajib membersihkan (menzakati) harta itu jika sudah mencapai satu
nishab. Nishab harta benda senilai 85 gram emas dan kita keluarkan 2 ½
% nya. Alquran menjelaskannya, "Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu mmembersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui." (At-Taubah: 103)

Keempat: Mengenai Kesehatan dan Kondisi Tubuh
Kebanyakan manusia ketika sehat dan bugar sering lupa akan
kewajibannyan kepada Yang Maha Kuasa dan selalu lupa untuk melakukan
hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian pula ketika
terbuka kesempatan yang luas dihadapannya, yaitu ketika mereka sedang
menjadi orang yang penting, mereka lupa akan hal-hal tersebut. Namun,
ketika semuanya itu sudah sirna di hadapannya, yang sibuk sudah
menjadi tidak sibuk, yang pegawai (karyawan) menjadi pensiun dan yang
militer sudah menjadi purnawirawan, mereka semua ini baru sadar akan
pentingnya hal-hal tersebut. Orang-orang semacam ini masih beruntung
karena penundaan mereka masih membuahkan hasil dan tidak sia-sia. Akan
tetapi, alangkah ruginya bagi orang-orang yang suka menunda-nunda amal
saleh, akan tetapi maut segera menjemputnya dengan tiba-tiba. Alangkah
sia-sianya penundaan mereka. Oleh karena itu, Rasul saw mengingatkan
kepada kita dalam sabdanya, "Ada dua kenikmatan, kebanyakan manusia
terlena dengan keduanya (sehingga mereka tidak diberkahi Allah), yaitu
kesehatan dan kesempatan." (HR Al-Bukhari)

Dalam riwayat yang lain Rasul saw pernah memberi nasihat kepada Ibnu
Umar, "… dan (manfaatkanlah) kesehatanmu sebelum datang waktu
sakitkanmu…."

Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi-Nya kekutan untuk
mempersiapkan bekal selama hidup di dunia ini dengan mengabdi
kepada-Nya, sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan keempat hal
tersebut di hadapannya dengan benar dan penuh kemudahan, amin.

--
www.cairudin.blogspot.com
www.cairudin2blogspot.com
www.rudien87.wordpres.com