Senin, 03 Mei 2010

Adi Jasa Surabaya



Semula 50-an peserta Melantjong Petjinan Soerabaia III akan makan siang di makam Tionghoa Simo Kwagean, Ahad siang (25/4/2010). Namun, cuaca yang mendung akhirnya membatalkan rencana ini. Paulina Mayasari, sang tour leader, memutuskan untuk mengakhir perjalanan wisata ke Adi Jasa, Jalan Demak 90-92.

Oleh LAMBERTUS HUREK

"Kita makan siang di Adi Jasa saja. Saya khawatir, tiba-tiba hujan di sini, acara kita bisa berantakan," kata Maya, sapaan karib Paulina Mayasari yang alumnus Universitas Trisakti Jakarta ini.

Di makam Simo Kwagen sendiri tak ada objek yang istimewa. Makamnya biasa-biasa saja seperti layaknya kompleks permakaman umum di Surabaya. Karena itu, keputusan untuk langsung bergerak ke Adi Jasa disambut gembira para peserta.

"Saya ini orang Surabaya, tapi belum tahu isinya Adi Jasa," ujar Ny Sudarsih, peserta asal Semolowaru, yang selalu didampingi rekannya sesama lansia, Ny Sukarti.

Tiba di Adi Jasa, para pelancong lokal ini langsung diarahkan ke gedung tempat penitipan abu jenazah. Total ada 720 kotak, terdiri dari 600 kotak besar dan 120 kotak kecil. Abu-abu jenazah ini sedang menunggu saat yang tepat untuk dilarung ahli warisnya. Nah, selama menunggu proses itu, abu-abu ini dirawat dengan baik.

Pihak keluarga memperlakukan abu jenazah layaknya si almarhum atau almarhumah masih hidup. Maka, makanan kecil kesukaan diletakkan di depan tempat abu di dalam kotak. Ada foto kenangan semasa hidup berikut simbol-simbol rohani sesuai dengan agamanya. Ada rosario, patung Bunda Maria, Alkitab, hingga buku nyanyian Puji Syukur.

"Itu semacam doa dan harapan dari keluarga agar yang meninggal berbahagia di alam baka," jelas Agus Piawai, pengurus Adi Jasa, di hadapan peserta. Abu jenazah yang paling lama di Adi Jasa berusia 18 tahun.

Dibangun pada 1986, tempat persemayaman jenazah Adi Jasa ini baru dimanfaatkan pada 1988. Setiap tahun rata-rata Adi Jasa menyemayamkan 1.000 sampai 1.500 jenazah. Hari itu, Ahad (25/4/2010), ada 28 jenazah yang disemayamkan sembari menunggu jadwal pemakaman atau kremasi yang biasanya mengacu pada hari baik ala Tionghoa. Di sini peranan suhu atau astrolog sangat penting.

Agus Piawai punya cerita menarik. Ada sebuah keluarga di Surabaya yang lebih percaya ramalan suhu asal Taiwan ketimbang suhu Surabaya. Kalau suhu-suhu lokal biasanya persemayaman tidak makan waktu lama, sang suhu Taiwan ini sebaliknya.

"Akhirnya, jenazah disemayamkan selama 40 hari. Itu merupakan rekor terlama di Adi Jasa. Yah, siapa suruh lebih percaya sama Taiwan," tutur Agus Piawai disambut tawa para pelancong.

Usai mendengar sejarah Adi Jasa, rombongan diantar Agus Piawai ke ruang pemandian dan pengawetan jenazah dengan balok-balok es. Semua jenazah yang baru masuk ke Adi Jasa wajib diproses lebih dulu di ruangan ini. Dan pihak Adi Jasa sendiri tak akan berani membuka 'lemari es' berisi jenazah tanpa ada permintaan resmi dari keluarga.

Karena itu, apa boleh buat, para turis domestik ini tidak bisa melihat secara langsung sosok mayat-mayat yang diawetkan di Adi Jasa.

"Pak Agus, Apa tidak takut sama jenazah?" celetuk salah satu peserta.

Agus Piawai malah tertawa. "Takut apanya? Dua puluh tahun lalu semua orang bergidik kalau datang ke Adi Jasa. Bahkan, dengar nama Adi Jasa saja orang sudah takut. Tapi sekarang ini kalian bisa cari makan enak di sini karena ada banyak depotnya," tukas Agus.