BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia biasanya hidup berdampingan secara
mutualistik dengan mikrobiota rongga mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan
pertahanan pertama yang hampir tidak tertembus apabila sistem kekebalan hospes
dan pertahanan seluler berfungsi dengan baik. Apabila sifat mikroflora berubah,
baik kualitas maupun kuantitasnya;
apabila mukosa mulut dan pulpa gigi terpenetrasi; apabila sistem kekebalan dan
pertahanan selular terganggu; atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka
infeksi dapat terjadi.1
Sejak zaman purbakala infeksi odontogenik termasuk
salah satu penyakit yang paling sering menyerang manusia. Hingga saat ini
terutama di negara berkembang, infeksi odontogenik masih tetap merupakan
penyakit yang banya dijumpai pada praktik dokter gigi.2
Peradangan merupakan respon tubuh terhadap cedera selular. Reaksi
inflamasi lokal ditandai dengan peningkatan aliran darah awal ke lokasi cedera,
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan akumulasi selektif sel efektor
yang berbeda dari darah perifer ke daerah luka.3 Cedera sel dapat terjadi karena trauma, kerusakan genetik, agen fisik dan kimia, nekrosis
jaringan, agen
tubuh asing, reaksi imun dan infeksi.4
Infeksi bisa bersifat akut atau kronis dan bersifat
subyektif. Suatu kondisi akut
biasanya disertai dengan
pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu
malaise dan demam yang berkepanjangan.
Bentuk kronis bisa berkembang dari
penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang
kuat. Infeksi-infeksi kronis sering ditandai dengan ketidaknyamanan dalam
berbagai tingkatan dan bukannya rasa sakit, serta reaksi ringan dari jaringan
sekitarnya.1
Pada
keadaan infeksi, dapat juga terjadi bakteremia. Bakteremia terjadi karena
masuknya bateri ke dalam peredaran darah melalui akses seperti infeksi
odontogenik (abses, selulitis, dll). Hal ini disebabkan permeabilitas dari
epitel sekitar jaringan gigi dan wajah dan tingkat prostaglandin dalam
sirkulasi lokal, yang meningkatkan jumlah leukosit dan tingkat fibrinogen,
memperlambat sirkulasi dan mendukung bagian bakteri ke dalam darah.5
Infeksi
odontogenik adalah salah satu infeksi yang paling umum dari rongga mulut. Dapat
disebabkan oleh karies gigi. Dalam semua kasus infeksi tersebut berasal dari
mikroba mulut. Tergantung pada jenis, jumlah dan virulensi dari mikroorganisme
yang dapat menyebar ke jaringan lunak, keras dan sekitarnya.6 Infeksi odontogenik selalu
berasal dari berbagai macam mikroba seperti bakteri aerob dan anaerob fakultatif.7
Adapun gejala yang ditimbulkan dari
infeksi yaitu berupa gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti rubor, kalor,
tumor, dolor, dan perubahan fungsi. Adapun gejala sistemiknya seperti demam,
malaise, hipotensi, takhikardi, takhipnea, limpadenopati, dan perubahan laju
endap darah.1
Demam merupakan gejala yang paling utama
dari infeksi/keradangan. keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh endotoksin
bakteri, ekstrak leukositik, hipermetabolisme, defisiensi cairan, atau kombinasi
dari hal-hal tersebut.
Di Rumah sakit Wahidin Sudirohusodo
khususnya di bagian Poli Gigi, terdapat beberapa kasus Abses odontogenik dalam
interval waktu Januari – November 2011, terdapat kurang lebih 60
kasus abses. (data Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo)
Berawal dari uraian latar belakang diatas,
sebagai penulis terdorong untuk melakukan penelitian dan tertarik memilih judul
yaitu : “Hubungan Abses dengan demam
sebagai gejala infeksi odontogenik”
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut
di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.
Apakah pasien
yang datang dalam keadaan abses pasti disertai demam ?
2.
Berapa suhu
tubuh rata-rata pada pasien abses ?
1.3 Hipotesis
Ada
Hubungan antara Abses dengan Demam sebagai Gejala Infeksi Odontogenik.
1.4 Tujuan penelitian
1.
Untuk mengetahui
pasien yang datang dalam keadaan abses,
disertai demam atau tidak
2.
Untuk mengetahui
suhu tubuh rata-rata pada pasien abses.
1.5 Manfaat Penelitian
1.
Manfaat aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
atau informasi yang bermanfaat bagi dokter
dalam mengetahui bagaimana gejala infeksi agar dapat menegakkan diagnosis
dengan tepat.
2.
Manfaat keilmuan
Manfaat keilmuan
diharapkan dari hasil penelitian ini terutama menambah khazanah pengembangan
ilmu pengetahuan terapan khususnya dalam hal mengetahui hubungan Abses dengan
demam, serta apakah setiap pasien yang datang dengan keluhan abses pasti
disertai demam.
3.
Manfaat metodologi
Manfaat metodologi diharapkan dari hasil penelitian
ini terutama sebagai bahan referensi bagi akademisi atau calon peneliti lainnya
dalam melakukan pengkajian serupa.
4.
Manfaat bagi penulis
Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai Hubungan Abses dengan Demam sebagai Gejala Infeksi
Odontogenik.