Rabu, 10 Oktober 2012

Pengembangan Kurikulum Berbasis Interelasi Pendidikan Agama Islam dan Mata Pelajaran Kejuruan di SMK Muhammadiyah 2 Kota Malang




Pengembangan kurikulum berbasis interelasi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Mata Pelajaran Kejuruan (MPK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dilakukan karena terkait bahwa, siswa tamatan SMK dipersiapkan untuk terjun dalam dunia usaha maupun industri. Untuk itu selain menguasai pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan profesi keahliannya, juga harus dibekali dengan nilai-nilai ajaran agama yang terkait dengan profesi atau pekerjaan yang digelutinya. Selain itu didasarkan pada kenyataan bahwa, pelaksanaan pembelajaran PAI di SMK selama ini menemukan berbagai kendala internal sehingga berimbas pada hubungan antara PAI dan MPK yang terkesan bersifat menyendiri dan kurang adanya interaksi. Melalui upaya pengembangan ini diharapkan adanya kerjasama antara guru PAI dan guru MPK dalam merumuskan materi interelasi, serta membangun pemahaman yang sama akan tanggung jawab dalam pembinaan PAI di sekolah.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk pengembangan berbasis interelasi yang dapat digunakan di SMK. Ada tiga hal yang menjadi fokus penelitian pengembangan ini, yaitu (1) proses pengembangan kurikulum berbasis interelasi Pendidikan Agama Islam dan mata pelajaran kejuruan di SMK Muhammadiyah 2 Kota Malang, (2) aspek-aspek yang dikembangkan dalam interelasi Pendidikan Agama Islam dan mata pelajaran kejuruan di SMK Muhammadiyah 2 Malang, (3) tanggapan pengguna hasil pengembangan kurikulum berbasis interelasi Pendidikan Agama Islam dan mata pelajaran kejuruan di SMK Muhammadiyah Malang.

Jenis penelitian yang sesuai dengan kajian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan. Model dan prosedur pengembangan yang dirujuk dan digunakan adalah model Dick & Carey. Model ini digunakan secara khusus dalam pengembangan bahan ajar PAI berbasis interelasi. Model ini terdiri dari 10 langkah, namun dalam pengembangan ini hanya dilakukan sampai pada 9 langkah, karena keterbatasan waktu. Langkah-langkah tersebut adalah: (1) identifikasi tujuan pembelajaran, (2) analisis pembelajaran, (3) identifikasi perilaku awal dan karakteristik pebelajar, (4) merumuskan tujuan pembelajaran, (5) mengembangkan butir-butir tes, (6) mengembangkan strategi pembelajaran, (7) memilih dan mengembangkan materi, (8) melakukan evaluasi formatif, dan (9) merevisi pembelajaran. Alasan pemilihan model ini karena sifatnya yang sistimatis dan prosedural dan berurutan karena berisi konsep serta langkah-langkah dalam mengembangkan kurikulum.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar dengan menggunakan model Dick & Carey dapat meningkatkan hasil belajar.

Penelitian pengembangan ini telah menghasilkan 5 produk pengembangan yaitu, kurikulum berbasis interelasi, silabus berbasis interelasi, bahan ajar berbasis interelasi, serta panduan guru dan panduan siswa. Setelah melalui tahap penyusunan produk pengembangan, dilakukan uji validasi produk dan uji coba lapangan. Tahapan uji validasi dilakukan oleh ahli isi Pendidikan Agama Islam dan ahli desain dan media pembelajaran. Tahapan uji coba lapangan dilakukan kepada pengguna produk yakni, wakil kepala sekolah kurikulum, guru PAI atau Al-Islam dan siswa SMK Muhammadiyah 2 Kota Malang kelas X semester II sebannyak 27 orang. Data hasil uji validasi dan uji coba lapangan kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus persentase dan uji t-tes.

Berdasarkan hasil analisis akhir dari kumpulan seluruh data penilaian uji ahli, uji coba perorangan dan uji lapangan menunjukkan bahwa kualifikasi dari setiap produk pengembangan adalah: (1) kurikulum berbasis interelasi menunjukkan pada kategori sangat baik dengan persentase 96.63 % , (2) untuk silabus berbasis interelasi berada pada kategori sangat baik dengan persentase 86,69 %, (3) bahan ajar berbasis interelasi berada pada kategori sangat baik dengan persentase 89,13 % , (4) untuk panduan guru berada pada kategori sangat baik dengan persentase 94,73 % ,dan (5) panduan siswa berada pada kategori sangat baik dengan persentase 88,26 %. Secara keseluruhan berdasarkan hasil penilaian ahli dan uji coba perorangan maupun uji coba lapangan menunjukkan bahwa, kelima produk tersebut berada pada level kategori sangat baik.

Hasil uji coba lapang tentang tanggapan pengguna terhadap baha ajar PAI berbasis interelasi dari siswa mendapat rerata persentase sebesar 85,81 %, berada pada kategori sangat baik. Sedangkan data tanggapan guru terhadap bahan ajar mendapat rerata 97,11 %, berada pada kategori sangat baik. Pada uji coba Skenario Pembelajaran (SP) 1 diperoleh skor penilaian 2,54 berada pada kategori kurang baik, namun setelah melalui perbaikan, maka pada SP 2 memperoleh skor penilaian 4,48 yang berada pada kategori baik dan rata-rata skor keterlaksanaan SP mencapai angka 4,18 dengan kategori baik. Adapun hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa yang terkait dengan mengemukakan ide, menanggapi pendapat teman, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan perilaku yang tidak relevan. Hasil pengamatan uji coba pertama menunjukkan bahwa siswa lebih banyak mengajukan pertanyaan dengan persetase 31,98 %. Sedangkan pada uji coba kedua siswa lebih banyak mengemukakan ide dengan persentase rata-rata 31,98 %. Adapun hasil akhir melalui tes formatif pada hasil pretes diketahui bahwa dari 27 siswa yang terpilih dalam uji coba tersebut rata-rata hasil yang diperolehnya mencapai 62.22 %. Dari 27 siswa terdapat 7 siswa yang gagal mencapai angka kelulusan dengan nilai 60. Sedangkan hasil akhir dari pelaksanaan postes menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 83,11 % dengan tingkat kelulusan 100 %.

Berdasarkan hasil penilaian menunjukkan bahwa seluruh produk pengembangan memiliki kategori sangat baik, dan khusus bahan ajar PAI berbasis interelasi memiliki tingkat kefektifan, efisiensi, dan kemenarikan yang sangat tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pengguna, disamping itu dapat meningkatkan perolehan hasil belajar yang lebih baik. Dari hasil akhir penilaian ahli isi, ahli desain dan para pengguna yang selanjutnya telah dilakukan perbaikan secara langsung, maka produk pengembangan ini dapat didesiminasikan atau digunakan.